Selasa, 20 Maret 2012

MY DREAM (Capailah citamu..........!)

 Mimpi adalah suatu hal yang indah,mimpi kadang membuat kita senang maupun sedih ketika tidak dapat terlaksana.
Aku mampunyai mimpi untuk sebagai guru .Isyallah  setelah lulus SMA aku akan kuliah di UNY  jurusan pendidikan Kimia  Walaupun aku tidak lolos test seleksi SNMPTN jalur undangan aku harus yakin kalau aku lolos seleksi SNMPTN jalur tulis.Kataku KEYAKINAN ADALAH KUNCI TERCAPAINYA CITA-CITA.Setelah lulus saya ingin  kembali ke tempat dimana dulu saya lahir menjadi guru disana. 
Jadi..........................SEMANGAT................!Semoga aku tidak sedih karena mimpiku.


Kesan ku selama di sekolah SMAN 1GEGER .......!Satu kata MENYENANGKAN.Sampai betah lama-lama di sekolah.Dimana aku bisa tau apa pentingnya menjaga lingkungan.tau pentingnya teman dan masih banyak lagi.

Pesan: Tetap semangat untuk meraih cita-cita,Jangan menyerah..!
Capailah citamu sampai kemanpun ...!

Senin, 12 Desember 2011

"Dongkrek" Budaya yang Tak Kalah Menarik...!

Kesenian ini disebut seni dongkrek bermula dari bunyi yang ditimbulkan oleh paduan dua alat musik tradisional yang mengiringinya. Yakni bunyi dung berasal dari beduk atau kendang dan krek dari alat musik yang disebut korek. Alat musik korek ini berupa kayu berbentuk bujur sangkar, di satu sisinya ada tangkai kayu bergerigi yang bila digesek berbunyi krek. Dari perpaduan dua bunyi itulah lantas masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama dongkrek.
Perpaduan bunyi itu digunakan Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro untuk mengusir setan yang menimbulkan pageblug atau wabah dan bencana alam sekitar tahun 1867 di Mejayan. Kala itu, sebagian warga diserang wabah penyakit dan meninggal dunia dalam waktu singkat. Hasil pertanian dan ternak juga terjadi paceklik.

Namun, dalam perkembangannya kesenian dongkrek juga menggunakan komponen alat musik lainnya seperti gong besi, gong kempul, kenong, kentongan, dan kendang. Penggunaan alat musik ini dipengaruhi perpaduan antar budaya, seperti Islam, Cina, dan kebudayaan masyarakat Jawa pada umumnya.

Pada tiap pementasan dongkrek, ada tiga topeng yang digunakan para penari. Ada topeng raksasa atau buto, dalam istilah Jawa, yang bermuka seram. Ada topeng perempuan yang sedang mengunyah kapur sirih yang melambangkan cibiran, serta topeng orang tua sebagai lambang kebajikan.

Ketika atraksi digelar, kesenian ini menunjukkan fragmentasi pertarungan seru dalam kehidupan, antara kebaikan dan kejahatan. Ada orang bajik bertarung dengan buto yang hendak menusukkan keburukan. Ada pihak yang dengan tegas mencibir niat-niat jelek (wanita bertopeng). Sekelompok pihak lainnya mentahbiskan doa-doa keselamatan (pemusik). Dan begitu seterusnya, nyaris tanpa henti.

Alhasil, pada tiap pertempuran antara kebaikan dan kejahatan, kemenangan selalu menyertai kebajikan yang ditegakkan di muka bumi. Suro diro joyodiningrat, lebur dening pangastuti. Atau dalam terminologi Islam, idza jaal haqqu wazahaqal bathil, innal bathila kana zahuqa.

Langgam seni yang terdiri dari penari dengan bermacam bentuk dan pemusik itu lantas menjadi pakem seni dongkrek. Konon, pakem kesenian asli yang dikembangkan berdasarkan hasil penelusuran sejarah secara komprehensif dan mendalam, sehingga tidak boleh dicampur aduk agar generasi penerus memahami isi, maksud, dan tujuan pertunjukan kesenian dongkrek.

Karena, unsur penari topeng dan pemusik, masing-masing memiliki makna yang mendalam. Penari topeng buto melambangkan kejahatan dan ketiga penari lainnya melambangkan kebaikan. Sedangkan, semua musik melambangkan harmoni, keserasian, kebersihan hati serta menolak segala bentuk musibah dan keburukan.

Kalaupun pada perkembangannya ada modifikasi, semata untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Modifikasi itu, misalnya, unsur penari yang semula terdiri dari tiga atau empat orang dikembangkan menjadi delapan orang. Satu penari buto sekarang menjadi empat penari, dan kadang ditambah dengan penari anak-anak. Penari dewasa dan dua wanita tetap seperti aslinya. Penari dan pemusik kesenian ini pun berkembang dan membutuhkan sekitar 20-25 pemain pada setiap penampilan.

Selain itu, kesenian ini juga kadang dimodifikasi dengan seni Barongsai asal negara Tiongkok serta dicampur dengan kesenian Reog Ponorogo. Alunan musiknya juga sesekali dicampur dengan keroncong dangdut dan campursari.

Andri Suwito, pimpinan Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo, menjelaskan tambahan penari dan alunan musik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman diperlukan untuk mengembangkan seni dongkrek. Sebab, jika tidak ada campurannya, seni dongkrek tidak akan mampu menyedot minat masyarakat. "Adopsi dan tambahan jumlah penari dan alunan musik itu supaya seni ini tetap diterima masyarakat sekaligus tidak monoton dan membosankan," tegasnya.

"Karaban Sapi" Budaya dari Pulau seberang Jawa Timur...!

Selain terkenal dengan Sate Madura dan garamnya, Pulau Madura memiliki banyak kebudayaan yang masih terus dilestarikan. Salah satunya adalah tradisi Karapan sapi yang merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi. Karapan sapi sudah ada sebelum abad XV Masehi. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik
Karapan sapi merupakan acara yang prestisius bagi masyarakat Madura, pemilik sapi karapan akan merasa status sosialnya terangkat apabila sapinya bisa menjadi juara. Hewan memamah biak ini juga dijadikan alat investasi selain emas dan uang. Tak mengherankan, bila para pemilik sapi karapan akan mengerahkan segala daya upayanya untuk membuat sapi-sapinya menjadi pemenang dalam setiap musim karapan. Sekadar diketahui, sapi karapan umumnya dari Pulau Sapudi [baca: Atlet Sapi di Pesta Karapan]. Sejak dulu, pulau kecil yang terletak di ujung Timur Pulau Madura itu memang gudangnya sapi bibit unggul.
Kejuaraan dimulai dari tingkat Kecamatan dilanjutkan ke tingkat Kabupaten dan diteruskan sampai ketingkat Karisidenan. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Benar-benar meriah, apalagi alunan musik seronen menonjolkan perpaduan bunyi gendang, terompet, dan gong yang disertai tarian para pemainnya. Para pemusik seronen ini memang sengaja disewa oleh para pemilik sapi. Terutama untuk menyemangati anggota kontingen beserta sapi-sapinya sebelum karapan dimulai.

"diambil dari berbagai sumber"

Rabu, 30 November 2011

MY PROFIL




SALAM KENAL UNTUK SAHABAT YANG BARU KENAL.....

Assalamualaikum Wr.Wb
  Namaku Wulan Ayu Winanti.Aku lahir di Wamena,Apakah kalian tau dimana Wamena itu....? sebagian dari kalian pasti tahu klub sepak bola PERSIWA .ya.... Wamena berada di pulau Papua.aku lahir disana tanggal 29 Mei 1993.Sebelumnya ibuku sudah melahirkan 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki juga disana ,dan setelah aku ibuku melahirkan iorang laki-laki.ibuku seorang guru SDdi Dolopo dan ayahku Pns di kelurahan milir.Kami semua tingal di sebuah desa di kota Ponorogo Kecamatan Babadan.
Pendidikanku berawal dari sebuah Tk di Wamena yang diberi nama TK Dian AKSARI lalu aku pindah ke pulau jawa,dan sekolah di SD Mojopurno, Madiun sampai kelas 2.Kelas 3 aku sekolah di dekat rumah MI Kresna Mlilir .Setelah lulus aku putuskan sekolah di SMPN 1 Dolopo kerena mudah dijangkau,dan......Aku berakhir di SMAN 1 Geger untuk sementara waktu.
Mengenai hobi aku sangat suka membaca cerpen bila ada waktu tapi lebih sering menonton Tv.Kalau cita-cita............ dari kecil sampai besar ku ingin menjadi guru seperti ibuku. Makanan kesukaan ....hmhm...apa ya...?Semua aku suka tapi...!paling suka sayur.Minuman aku suka yang sehat Air putih.Nah..! Kalau idola aku suka RA.Kartini kerena benyak perubahan yang dilakukan untuk wanita Indonesia.

mungkin itu saja profil saya .

Wassalamualaikum Wr.Wb




("Pendidikan melahirkan keinginan baru")

Jumat, 25 November 2011

Culture of Indonesia

Banyak yang mengetahui tarian Reog,kain Batik,tari Barong dan masih banyak lagi.Hampir ribuan lebih budaya yang ada di indonesia .Di setiap kabupaten terdapat satu atau dua tarian tradisional banyangkan satu propinsi ada berapa ? Bagaimana kalau 32 dua propinsi yang ada di Indonesia.belum lagi budaya yang lain seperti lagu kain, tradisi, dan masih banyak lagi.Semuanya diturunkan melalui mulut ke mulut oleh nenek moyang kita .Oleh sebab itu kita wajib menjaganya. Ok.....
Berbagai budaya disajikan disini tinggal bagaimana kita menjaga dan melestarikannya  

Rabu, 23 November 2011

Bakar Batu Budaya dari Pulau Ujung Timur Indonesia

Bakar batu atau sering disebut Barapen oleh Suku-suku yang tinggal di lempah baliem pegungungan Puncak Jyawijawa Papua merupakan upacara adat untuk menyambut hari-hari penting disana.


Bakar batu adalah proses memasak menggunakan batu yang telah dibakar lalu ditaruh diatas makanan yang akan dimasak secara bertumpuk- tumpuk .Biasanya makana yang dimasak memiliki level-level sendiri .Pada bagian bawah sayuran ditumpuk lalu diberi batu panas lalu diatasnya dikasih umbi-umbian lalu ditumpuk batu lagi dan yang terakhir adalah babilalu ditutup oleh daun-daunan.
Pesta Bakar Batu  mempunyai makna tradisi bersyukur yang unik dan khas. dan merupakan sebuah ritual tradisional Papua yang dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan, penyambutan tamu agung, dan juga sebagai upacara kematian. Selain itu, upacara ini juga dilakukan sebagai bukti perdamaian setelah terjadi perang antar-suku.
Sesuai dengan namanya, dalam memasak dan mengolah makanan untuk pesta tersebut, suku-suku di Papua menggunakan metode bakar batu. Tiap daerah dan suku di kawasan Lembah Baliem memiliki istilah sendiri untuk merujuk kata bakar batu. Masyarakat Paniai menyebutnya dengan gapii atau mogo gapii, masyarakat Wamena menyebutnya kit oba isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan barapen. Namun tampaknya barapen menjadi istilah yang paling umum digunakan.
Pesta Bakar Batu juga merupakan ajang untuk berkumpul bagi warga. Dalam pesta ini akan terlihat betapa tingginya solidaritas dan kebersamaan masyarakat Papua. Makna lain dari pesta ini adalah sebagai ungkapan saling memaafkan antar-warga.
Prosesi Pesta Bakar Batu biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama. Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan sebagai berikut, pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di atasnya ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang ukurannya lebih kecil, dan seterusnya hingga bagian teratas ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Semua ini umumnya dikerjakan oleh kaum pria.
Pada saat itu, masing-masing suku menyerahkan babi. Lalu secara bergiliran kepala suku memanah babi. Bila dalam sekali panah babi langsung mati, itu merupakan pertanda bahwa acara akan sukses. Namun bila babi tidak langsung mati, diyakini ada yang tidak beres dengan acara tersebut. Apabila itu adalah upacara kematian, biasanya beberapa kerabat keluarga yang berduka membawa babi sebagai lambang belasungkawa. Jika tidak mereka akan membawa bungkusan berisi tembakau, rokok kretek, minyak goreng, garam, gula, kopi, dan ikan asin. Tak lupa, ketika mengucapkan belasungkawa masing-masing harus berpelukan erat dan berciuman pipi.